Nasional
Orang Rimba di Jambi Mengalami Kematian Beruntun
TRENDNEWS.co.id - Orang rimba atau sering di kenal dengan sebutan orang "Kubu" yang masih banyak sekali menghuni hutan di daerah jambi mengalami kematian beruntun.
Tiga kelompok Orang Rimba di bagian timur Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi, yaitu Kelompok Terap yang dipimpin Tumenggung Marituha, Tumenggung Ngamal, dan Kelompok Serenggam yang dipimpin Tumenggung Nyenong, saat ini tengah dihantui kematian beruntun yang menyerang kelompok ini.
Tercatat sudah 11 orang meninggal dalam waktu beberapa bulan terakhir dari 150 jiwa yang ada di tiga kelompok ini. Kematian beruntun paling banyak terjadi pada Januari dan Februari dengan enam kasus kematian, yaitu empat anak-anak dan dua orang dewasa.
Menurut Fasilitator Kesehatan Kominitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Yomi Rivandi, dugaan sementara kasus kematian beruntun pada Orang Rimba disebabkan mereka kesulitan untuk mendapatkan pangan yang layak, serta ketersediaan air bersih yang tidak memadai.
“Hutan semakin sempit, sehingga Orang Rimba tidak lagi melangun ke dalam hutan, namun ke pinggir-pinggir desa dan ladang masyarakat. Tentu saja di kawasan ini akan sedikit bahan pangan yang biasa didapatkan Orang Rimba dari berburu dan meramu hasil hutan,” kata Yomi, dilansir dari laman viva.co.id.
Menurut pengamatan Yomi, dalam rentang beberapa bulan terakhir ini, Orang Rimba setidaknya sudah berpindah ke 7 lokasi baru yang sebagian besar di pinggir desa dan juga perkebunan masyarakat.
Berobat Modern
Awalnya kelompok ini berada di Terap dan Serenggam, karena ada kematian mereka melangun ke Desa Olak Besar. Kemudian Desa Baru, Desa Jernih, Sungai Selentik, dan Sungai Telentam, keduanya di desa Lubuk Jering, Simpang Picco Pauh dan kini di Sungai Kemang desa Olak Besar.
“Ketika melangun pasokan makanan kurang, menyebabkan daya tahan tubuh berkurang, sehingga banyak yang sakit. Sebagian ada yang mencoba berobat ke rumah sakit terdekat, seperti Sarolangun. Namun karena belum ditanggung BPJS mereka harus membayar. Akhirnya memilih tak mau dirawat dan banyak yang meninggal dunia,” kata Yomi.
Melangun merupakan tabu kematian pada Orang Rimba, yaitu berpindah tempat hidup akibat kesedihan setelah ditinggakan anggota kelompoknya. “Karena kematiannya beruntun, menyebabkan mereka ketakutan dan panik. Pengobatan yang biasa mereka lakukan tidak lagi dijalankan, karena keterbatasan tanaman obat di lokasi baru mereka. Sehingga pilihannya pengobatan moderen, harapannya para pihak membantu pengobatan Orang Rimba,” kata Yomi.
Untuk mengatasi kasus luar biasa ini, KKI Warsi meminta bantuan ke Puskesamas terdekat mereka Melangun saat di Sungai Kemang desa Olak Besar, dalam hal ini Puskesamas Durian Luncuk Kecamatan Bathin XIV Kabupaten Batanghari.
“Sudah turun tim dari Puskesmas Durian Luncuk yang dipimpin dr Taqwimuntuk memeriksa kesehatan Orang Rimba ketiga kelompok ini, terdapat 19 anak dan 15 orang dewasa yang berobat, dengan keluhan demam dan batuk,” sebut Yomi.
Dari angka ini, sebagian Orang Rimba masih belum memeriksakan diri mereka, meski hampir semua orang di Kelompok ini terserang batuk. Namun ketika mereka tidak demam menganggap batuk merupakan penyakit biasa.
“Padahal idealnya tetap dilakukan pengobatan, namun masih butuh waktu panjang untuk memberi pemahaman bagi Orang Rimba untuk peduli dengan kesehatan mereka,” sebut Yomi.
Sejauh ini kondisi Orang Rimba cukup memprihatinkan, untuk itu peran serta para pihak dalam membantu pemulihan kesehatan Orang Rimba sangat dibutuhkan, terutama Orang Rimba yang masih berpindah-pindah.
Seperti saat ini ketika mereka berada di Batanghari Puskesmas Batanghari masih mau melayani mereka, namun ketika mereka berada di wilayah Sarolangun, maka harapannya Puskesmas dan Rumah Sakit bisa melayani mereka dengan baik dan tentu bebas biaya mengingat selama ini Orang Rimba tergolong keluarga miskin.
“Dalam kejadian luar biasa ini Orang Rimba membutuhkan bantuan semua pihak, baik Puskesmas, rumah sakit dan juga instansi terkait untuk memberi layanan kesehatan pada mereka secara tepat, dan tentu tanpa biaya,” sebut Yomi.
Dia mengatakan, untuk pelayanan di Batanghari Orang Rimba masih bisa mengakses pelayanan kesehatan gratis, sedangkan di Sarolangun Orang Rimba Terap dan Serenggam belum bisa diakomodir. Padahal secara akses kelompok ini lebih dekat Ke Sarolangun ketimbang ke Batanghari.
“Harapan kami Orang Rimba bisa lebih di layani dengan baik meski mereka tidak terdata dan tercatat sebagai warga salah satu desa, sudah waktunya ada kekhususan untuk kelompok Orang Rimba dan juga ada pengecualian bagi mereka sehingga bisa mengakses semua fasilitas layanan kesehatan pemerintah,” kata Yomi.