Nasional Sains + Tekno
Kenapa GPS Susah Deteksi AirAsia QZ8501?
TRENDNEWS.co.id - Pencarian pesawat AirAsia QZ8501 terus digencarakan oleh berbagai pihak. Kapal, pesawat dari dalam negeri maupun negara lain dioperasikan agar lebih cepat menemukan pesawat yang hilang sejak Minggu pagi, 28 Desember 2014 lalu.
Sampai hari ini, belum ada titik terang lokasi jatuhnya pesawat. Namun operasi pencarian telah menyisir keberadaan pesawat berdasarkan beberapa petunjuk.
Pertama laporan munculnya kepulan asap yang terlihat dari Pulai Belitung, lepas pantai timur Pulau Sumatera. Petunjuk lokasi juga diberikan berdasarkan laporna dua nelayan Desa Kubu, Provinsi Kalimantan Tengah. Nelayan tersebut mengaku mendengar ledakan di laut dan kemudian ditindaklanjuti tim operasi.
Petunjuk yang diyakini makin menguatkan lokasi yaitu temuan serpihan yang diduga milik pesawat dengan rute Surabaya-Singapura tersebut di Selat Karimata. Beberapa petunjuk itu mengarahkan titik lokasi pesawat kemungkinan kuat lepas pantai dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Namun demikian jurnalis penerbangan asal Inggris, John Walton dikutip TIME, 2 Januari 2015 mempertanyakan petunjuk yang dimaksud. Menurutnya, temuan serpihan pesawat belum menjadi petunjuk kuat lokasi pesawat.
Walton mengatakan pesawat modern sekelas QZ8501 sebetulnya telah dilengkapi teknologi pelacakan lokasi yang canggih. Pesawat AirAsia itu telah dilengkapi dengan sistem GPS yang dikenal dengan ADS-B. Teknologi ini memungkinkan pesawat menyiarkan lokasinya. Sayangnya sistem ini bisa diandalkan jika penerbangan dalam keadaan normal. Setelah pesawat menghujam ke daratan, sistem itu tak berfungsi seperti yang diharapkan.
"Orang-orang telah membandingkan situasi ini dengan aplikasi Find My Phone yang ada pada produk Apple. Tapi aplikasi itu tak bisa membantu anda jika ponsel dilemparkan dari gedung berlantai 10," ujar dia.
Diketahui dalam beberapa waktu terakhir sejak adanya kasus kecelakaan penerbangan, khususnya pesawat yang hilang, kalangan dalam industri penerbangan memandang penting untuk meningkatkan teknologi GPS baru, yang bisa makin membuat penerbangan lebih aman.
Sayangnya, komitmen ini tak terbukti. Walton menyoroti komitmen International Air Transport Association (IATA) dan International Civil Aviation Organization PBB (ICAO), yang lamban untuk mengembangkan teknologi yang lebih naik bagi penerbangan.
Pada bulan ini, gugus tugas ini memberi tenggat 12 bulan untuk pemasangan sistem pelacakan pesawat yang lebih baik. Namun, karena ada insiden AirAsia QZ8501, membuat gugus tugas itu, khususnya IATA memveto tenggat waktu itu dan meminta solusi yang lebih cepat.
Tahun ini memang menjadi tahun yang buruk bagi penerbangan. Tercatat beberapa kali kasus insiden penerbangan. Mulai dari raibnya pesawat Malaysia Airlines MH370 di Samudera Hindia, meledaknya Malaysia Airlines MH17 akibat ditembak rudak di Ukrania pada Juli, disusul kecelakaan AirAlgerie di Mali yang menewaskan 116 orang di bulan yang sama. Kemudian penutup tahun ini diakhiri dengan hilangnya AirAsia QZ8501.
Meski tahun yang buruk, 2014 bukanlah tahun yang paling buram dalam sejarah kecelakaan penerbangan.
Secara umum, pada 2014 hanya ada delapan kecelakaan pesawat, itu lebih sedikit dibanding 11 kecelakaan pada 2012. Studi Flightglobal mencatat saat ini keamanan penerbangan sudah makin lebih baik dibandingkan beberapa dekade sebelumnya.
"Operasi maskapai saat ini hampir tiga kali lebih aman daripada 10 tahun yang lalu," demikian kata studi itu.
(viva)